Kamis, 01 November 2012

Hal-hal yang Bisa Dipelajari dari Film- film Warkop DKI

Jangan kamu kira film Warkop DKI
cuma sekedar menjajakan
perempuan seksi dan komedi
slapstik. Kalau kamu dengan jeli
melihat becandaan yang dipaparkan
di film-film mereka dan mengkorel.. asikan dengan kondisi sosial budaya
Indonesia saat itu (dan sekarang
mungkin) tawa terbahak-bahak kamu
bisa jadi berubah jadi meringis garing
karena miris dan tersindir. Bwoelah
serius amat yak intronya. Hahaha. Yah pokoknya kita akan sajikan hal-
hal menarik yang bisa kamu pelajari
dari pelem Warkop DKI. Menarik
menurut kita loh ya. Kalau menurut
kamu gak, yaudah santai aja.

1. Kalau Mau Dapet Cewek (Paling
Gak) Harus Punya Mobil.
Ini berdasarkan film Gengsi Doong
(1981). Sarwani (Kasino), Paijo
(Indro) dan Slamet (Dono) harus
mati-matian menunjukan siapa yang paling tajir diantara mereka bertiga di
kampus untuk menarik perhatian Rita
(Camelia Malik). Paijo yang emang
udah tajir paling sering lah dapet
akses ke si Rita. Nah sementara
Sarwani yang anak pemilik bengkel, mesti belagak dengan bawa mobil
ganti-ganti tiap hari, padahal mobil
orang. Slamet gak mau kalah
dengan minta duit sama bapaknya
yang petani tembakau di daerah.
Hasilnya siapa yang menang? Si Rita milih cowo lain yang naik pesawat
terbang alias pilot. Hmmm.
Menyedihkan.
Scene paling diingat : Waktu Kasino
bacain iklan jualan mobil di koran.
Berapa kali pun kamu nonton akan selalu ngakak di bagian ini.

2. Cara Memaki
Dongkrak Antik (1982) barangkali
adalah sebagai tonggak kosakata
makian terbaru di era tahun 1982.
Dari cuma sekedar 'Bajingan!,
Bedebah!, Biadab!' menjadi 'Dasar Monyet Bau, Kadal Bintit, Kecoak
Bunting, Muka Gepeng, Babi
Ngepet, Dinosaurus, Brontosaurus,
CIH!'. Siapa lagi kalau bukan Kasino
ya kaaan. Film ini tentang Dono,
Kasino dan Indro yang bekerja sebagai pelayan hotel bersama Mat
Solar juga. Cewenya siapa ya?
Mariam Belina kayaknya.
Scene paling diingat : Waktu Dono
disuruh membeli tiket kereta oleh
tamu hotel.

3. Yang Baju Merah Jangan Sampai
Lolos
Film yang mana tebak? Pintar Pintar
Bodoh (1980). Ini pilem Warkop
paling kocak. Kenapa? Ya soalnya
kita suka sama pelem detektif. Gitu aja sih. Eh, terus apa yang bisa
dipelajari? Ya itu…macam-macam
cara ngasih kode. Mungkin bisa
dengan sok-sok nyanyi gitu.
Scene paling diingat : Nyanyian
kodeeeee, nyanyian kodeeeeee *ngasih mic ke penonton* oh dan
Dono yang bergaya Jon Travolta.

4. Bikin Pertunjukan Amal
Sama Juga Bohong (1986) adalah
salah satu film warkop yang paling
beda diantara film mereka yang lain.
Karena hampir tidak ada paha cewek
yang berkeliaran selama film ini. Tentang Dono, Kasino dan Indro
yang membuat robot untuk
dipertunjukan di acara amal demi
membantu membangun rumah yatim
piatu yang hampir ambruk. Tuh,
Dono Kasino Indro aja bikin robot buat acara amal. Kamu udah
ngapain? Nge-RT tweet 'amal' temen
kamu? Nge-like status 'amal' temen
kamu di Facebook? Cih. 

Baca Selengkapnya..

Minggu, 28 Oktober 2012

Dua Pertanyaan Untuk Menambah Ketenangan dan Meningkatkan Kualitas Diri

Ada dua buah trik yang menjadikan diri ini tambah tenang dalam hidup dan sekaligus meningkatkan kualitas diri. Bukan hanya kualitas diri untuk sukses di dunia, Insya Allah sekaligus untuk sukses di akhirat.

Ada dua buah pertanyaan yang harus kita lakukan jika kita menginginkan sebuah ketenangan batin sekaligus kebijaksanaan kita bertambah sehingga kualitas diri kita pun akan meningkat dengan drastis.

Dua pertanyaan ini, sebenarnya sudah banyak yang mengetahuinya, namun masih banyak yang belum bisa benar-benar melakukannya sehingga melewatkan manfaat yang besar.

Dua Pertanyaan Itu Adalah ...

Hidup Adalah Ujian

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (QS. Al Mulk: 2)

Jika hidup dan mati kita adalah ujian, maka apa pun yang terjadi pada diri kita adalah ujian. Jadi apa pun yang terjadi, kita harus menanyakan pertanyaan ini. Pertanyaan pertama adalah
"Bagaimana sikap yang benar menghadapi ujian ini?"

Apa pun yang terjadi kepada diri kita, itu adalah ujian. Baik itu menyenangkan maupun sangat pahit. Saat kita kaya itu bukan berarti diri kita bebas dari ujian, sikap kita terhadap kekayaan tersebut bisa menentukan kualitas diri kita. Ada orang yang menyikapinya dengan sombong ada juga yang bersyukur.

Jelas akan menghasilkan perbedaan, padahal kondisinya sama, yaitu kaya. Orang yang malah menjadi sombong karena kekayaannya, jelas dia gagal dalam ujian tersebut. Sebaliknya jika dia bersyukur, dia adalah orang yang berhasil dalam ujian kekayaan tersebut.

Ya, kekayaan hanya contoh. Apa pun yang membuat kita senang, pada dasarnya itu adalah ujian bagi kita. Bagaimana sikap yang benar menghadapi ujian itu? Tanyakan semua pertanyaan itu dan kita akan di arahkan pada hal yang benar dan menjadikan diri kita tenang dan kebijakan bertambah.

Saat kita tidak bertanya pertanyaan ini, kita bisa terjebak dengan sikap yang salah. Salah menghadapi kesenangan dan salah dalam menghadapi kesulitan.

Pertanyaan ini adalah pembiasaan pada diri kita, jika kita selalu bertanya ini terhadap apa pun yang terjadi, maka kita akan selalu dan sudah terbiasa melihat apa pun yang terjadi sebagai ujian dan mencari sikap yang benar.

Dari Manakah Kebenaran Itu?

Jangan dipusingkan dengan orang-orang yang berkicau bahwa kebenaran itu relatif. Yang benar dan salah itu jelas. Yang benar adalah dari Allah yang tertuang melalui Al Qur'an dan hadist shahih. Jadi apa pun yang terjadi, kita harus bertanya bagaimana sikap yang benar menurut Al Qur'an dan Hadist.

Saat seseorang mengalami kesulitan atau ketakutan, rasa resah dan gelisah tentu akan menyelimutinya. Namun jika kita bertanya bagaimana sikap yang benar terhadap kesulitan dan ketakutan ini? Maka akal kita mulai bekerja. Hidup tidak lagi dikuasai oleh hawa nafsu, namun akal sudah memegang peranan. Kemudian akan mengarah kepada dalil syar'i sehingga menghasilkan sikap yang benar.

Apa sikap yang benar ketika mendapat rezeki nomplok?

Apa sikap yang benar ketika gagal ujian?

Apa sikap yang benar jika terkena PHK?

Apa sikap yang benar saat proposal kita diterima?

Dan berbagai pertanyaan lainnya yang akan menghidupkan potensi akal dan ruhiah kita.

Pertanyaan Siapa Yang Menemukan Harta Kekayaan Kita

Rasulullah S.A.W. bersabda, "Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Dimana saja ia menemukannya, maka ambillah." (HR.Tirmidzi).

Pertanyaan kedua adalah pertanyaan untuk menemukan hikmah itu. Jadi apa pun yang terjadi pada kita, akan bijak dan menambah kebijaksanaan kita dengan bertanya "apa hikmahnya buat saya?"

Apa pun peristiwa itu, baik yang buruk atau pun yang baik. Baik terjadi kepada diri kita atau pun kepada orang lain. Semua itu ada hikmahnya. Akan selalu ada. Jika kita menganggap tidak ada hikmah atau tidak mendapat hikmah, kita hanya kurang keras dalam berpikir. Berpikirlah lebih tenang, mintalah masukan dari orang lain, Insya Allah hikmah itu akan datang.

Jika kita rajin bertanya tentang hikmah, maka akan lebih banyak hikmah yang kita dapatkan, dan kita pun akan semakin menjadi seorang hakim (orang yang bijaksana)

Kesimpulan

Coba renungkan, hidup akan lebih indah saat kita menyikapi apa pun ujian dengan benar, sekaligus mengambil hikmahnya. Dua pertanyaan ini sebagai latihan dan pembiasaan sampai kita akan ortomatis menyikapi ujian dengan benar dan selalu mengambil hikmah. Dengan kebiasaan ini, ketenangan akan kita dapatkan dan meningkatkan kualitas diri kita.

Baca Selengkapnya..

Allah Tidak Butuh Terhadap Hamba-hamba-Nya

Allah s.w.t. itu Mahakaya, tidak membutuhkan sesuatupun dari hamba-hamba-Nya, karena kebutuhan itu adalah tanda kelemahan, dan tidak ada kelemahan pada Tuhan, Dia adalah Pemilik kekuatan dan kekuasaan, Dia-lah yang berfirman "Hai manusia, kamulah yang berkehendak pada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji."  (QS. Fathir: 15)

Ketika manusia melakukan berbagai ibadah dan berjihad, itu tidak lain dikerjakan untuk keperluan dirinya dan untuk kemaslahatannya, dan agar menjadi penyebab keselamatannya pada hari kiamat, dan Allah s.w.t tidak mengambil manfaat dari ibadah dan jihadnya itu, Allah s.w.t berfirman, "Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri, Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Al-'Ankabut: 6)

Sayid Qhutub r.a. berkata, "Jika Allah telah menetapkan fitnah (cobaan) pada orang-orang yang beriman, dan membebani mereka agar berjihad agar diri mereka bisa tegar menanggung beban penderitaan, maka hal itu tidak lain hanyalah untuk kemaslahatan diri mereka, kesempurnaan mereka, dan untuk menetapkan kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat. Jihad itu demi kemaslahatan jiwa dan hati orang yang berjihad, mengangkat pandangan dan wawasannya, dan mengentaskan dari kekikiran terhadap jiwa dan harta, serta untuk menghimpun berbagai keistimewaan dan kesiapan yang terdapat pada dirinya. Itu semua sebelum dirinya dapat lolos ke dalam golongan orang-orang yang beriman, kontribusi kebaikan bagi mereka, dan teguhnya kebenaran di antara mereka, dominasi kebaikan atas keburukan, dan dominasi kemaslahatan atas kerusakan di dalamnya." (Fi Zhilal al-Qur'an, 5/2722)

Sesungguhnya jiwa yang enggan melaksanakan ibadah, ia akan mengira bahwa dia mengerjakan ibadah karena Allah butuh padanya, ini merupakan angan-angan yang dilontarkan setan di dalam jiwa mereka, dan membuat mereka lupa bahwa yang paling pertama mendapatkan manfaat dari hal itu adalah diri mereka sendiri, seruan yang tinggi ini tidak lain merupakan upaya membangkitkan kekuatan yang tersembunyi di dalam jiwa manusia agar segera bergegas menyelamatkan dirinya, tidak meremehkan perkara yang agung ini dan tidak menyia-nyiakan waktu, karena tidak ada yang menyelamatkan jiwa kecuali jiwa itu sendiri, yaitu dengan perantara amal perbuatan yang dilakukannya agar setelah itu dia berhak terhadap rahmat Allah s.w.t. dan keridhaan-Nya.


Abdul Hamid al-Bilaly

Baca Selengkapnya..

Minggu, 21 Oktober 2012

Cinta

Cinta, termasuk kata yang paling banyak digunakan oleh manusia sekaligus yang paling berbahaya. Sebagaimana ia merupakan kata yang suci, banyak orang yang salah dalam mempergunakan dan memahaminya, dan yang paling banyak di akses adalah yang disajikan oleh Barat, yang telah melakukan kesalahan dalam penggunaan dan memahami kata yang agung ini.

Sesungguhnya ketika Barat menggunakan kata ini, dia sering mengkaitkannya dengan hubungan nista sebelum pernikahan, atau yang berakhir dengan pernikahan, atau dengan hubungan antara lelaki dan perempuan tanpa ada ikatan hukum. Dan kata "Bermain Cinta" bagi mereka berarti perbuatan keji atau zina bagi orang-orang yang belum menikah, atau maksudnya berhubungan badan dan berbagai permulaannya bagi orang-orang yang telah menikah, dan orang Barat sangat tidak suka bila anda mengatakan kepadanya, saya cinta padamu (I Love You) karena dia tidak akan mendengar kata-kata ini kecuali dari kekasih atau dari istrinya saja.

Demikian mereka mengaitkan kata yang agung ini dan penggunaannya dengan syahwat dan hasrat yang kuat untuk melakukan hubungan intim, hingga kata ini menjadi tidak lazim bagi orang-orang yang lurus budi pekertinya, lantaran dikaitkan dengan gambaran-gambaran perbuatan keji, vulgar dan kerusakan lewat sarana informasi yang menyiarkan kepada masyarakat puluhan ribu sinetron dan film, para penyanyi dan adegan-adegan sandiwara yang terfokus pada cinta menurut pemahaman ala Barat.

Sesungguhnya cinta bagi kita jauh lebih tinggi maknanya dari semua itu, sesungguhnya cinta itulah yang memasukkan manusia kedalam surga atau bahkan memasukkannya kedalam neraka. Jenis cinta yang paling tertinggi adalah cinta kepada Allah s.w.t. dan kecintaan kepada-Nya merupakan salah satu pokok keimanan, maka tidak mungkin seseorang itu menjadi orang yang beriman tanpa memiliki rasa cinta kepada-Nya, dan juga tidak dikatakan beriman jika dia masih menyekutukan dalam mencintai-Nya dengan lain-Nya.

Dari kecintaan kepada Allah itu lantas bercabanglah cinta yang paling mulia yang diketahui oleh manusia:

Cinta kepada kedua orangtua, karena Allah memerintahkan supaya mencintai kedua orangtua dan Dia mendampingkan perintah ini dengan beribadah kepada-Nya, kecintaan ini juga berkaitan erat dengan Allah s.w.t., dimana bahwasanya cinta ini akan berakhir ketika kedua orangtua itu berpaling dari jalan Allah, dan mengikuti jalan setan, itu merupakan dasar utama dalam menaruh ketaatan, loyalitas, dan dasar penentangan, sesuai dengan Firman Allah s.w.t., "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah:22)

Kecintaan orangtua kepada anak-anaknya,
demikian cinta ini berkait erat dengan Allah s.w.t., dan diantara tanda keimanan adalah, kecintaan ini akan berakhir jika anak-anak itu telah tersesat dari jalan kebenaran. Sebagaimana Allah telah memahamkan kita terhadap kaidah ini, yaitu kaidah wala' (loyalitas) dan bara' (penentangan), kepada Rasul-Nya, Nuh, ketika perasaan kebapakannya tergerak saat melihat anaknya yang kafir tenggelam, dia lantas berseru, "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu itulah yang benar." Allah langsung mengembalikannya pada dasar utama, "Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik." (QS. Hud: 46)

Cinta Isteri.
Cinta semacam ini akan berlipat ganda ketika dasarnya dibangun di atas kecintaan kepada Allah, maka cinta ini akan bertambah seiring kedekatan isteri kepada Allah s.w.t. yang semakin bertambah, dan dia pun menjadi perhiasan dunia yang paling indah, sebagaimana yang telah diberitahukan oleh Rasul yang benar dan dibenarkan,

"Dunia itu, seluruhnya, perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah." (HR. Muslim)

Cinta karena Allah, yaitu cinta di antara para hamba-hamba-Nya yang bertakwa lagi shalih tanpa ada hubungan nasab di antara mereka kecuali hanya nasab akidah, jika salah seorang di antara mereka merasakan cinta seperti ini, dia tidak melihat adanya keengganan untuk mengatakan kepada saudaranya "Aku mencintaimu karena Allah." saudaranya itu pun menerima hadiah yang agung ini dan menjawab dengan berkata, "Semoga anda dicintai Allah yang telah menjadikanmu mencintaiku karena Dia." Saudaranya itu tahu bahwasanya dia tidak mencintainya lantaran suatu tujuan duniawi, maka dari itu dia mendoakan semoga Allah s.w.t. mencintainya.[]


Abdul Hamid al-Bilaly

Baca Selengkapnya..

Sabtu, 20 Oktober 2012

Menyiasati diri

Jiwa manusia ini termasuk salah satu ciptaan Allah s.w.t. yang sangat menakjubkan, dia siap sedia untuk berubah-ubah sebagaimana yang disebutkan Allah s.w.t., "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS. Asy-Syams:7-8)

Dan sesuai dengan kadar usaha manusia yang dicurahkan, jiwa itu akan terbentuk dengan kecenderungan kepada ketakwaan atau pun kedurhakaan, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS. Asy-Syams: 9-10)

Permasalahan yang sering timbul pada kebanyakan orang itu adalah, ketidakpahaman mereka kepada karakteristik jiwa yang berubah-ubah serta siap untuk berubah-berubah ini, dari kedurhakaan berubah menjadi ketakwaan dan sebaliknya, di samping itu juga sebagaimana yang disebutkan Allah s.w.t. dalam al-Qur'an al-Karim, bahwasanya jiwa itu memiliki sifat dasar menyuruh pada kejahatan (amarah), "Sesungguhnya nafsu (jiwa) itu menyuruh pada kejahatan." (QS. Yusuf: 53) Kecuali jiwa yang dirahmati tuhanku, pengecualian ini khusus bagi orang-orang yang senantiasa mau mendidik dan mensucikan jiwanya, hingga beralih menjadi jiwa yang tenang (muthmainnah) atau jiwa yang menyesali dirinya sendiri (lawwamah) yang dengannya Allah bersumpah dalam al-Qur'an al-Karim.

Supaya seorang muslim itu berhasil dalam pendidikan jiwa ini, maka di harus mengetahui karakter-karakter utama yang dimiliki oleh jiwa ini, serta jalan-jalan yang mesti dilaluinya agar sampai ke relung jiwa yang terdalam dengan selamat tanpa ada kendala yang berarti, di antara berbagai karakter dan tabiatnya itu yang paling utama adalah:

1. Jiwa itu, sebagaimana yang telah kami sebutkan, siap untuk berubah-ubah, dari baik menjadi buruk dan sebaliknya, dan ini tergantung pada seberapa jauh usaha manusia dalam mendidik dan atau menyesatkannya.

2. Jiwa itu mirip dengan otot dari segi pertumbuhan dan perkembangannya, otot yang diciptakan Allah s.w.t didalam badan seseorang itu akan mengeras, kencang dan kuat ketika orang tersebut mulai mengeluarkan tenaga manusiawi yang disebut dengan permainan olah raga, dan bahwasanya jika dia memforsir dirinya dengan berbagai permainan ini sejak permulaan tanpa adanya tahapan-tahapan, maka hal itu akan bisa berakibat menimbulkan berbagai penolakan yang pada gilirannya dia tidak bisa bermain lagi selama hidupnya, atau barangkali hal itu akan menimbulkan cedera pada dirinya untuk selamanya atau pun sementara.

3. Bahwasanya jiwa ini juga seperti halnya otot dari segi pertumbuhan secara bertahap, dia tumbuh sedikit demi sedikit hingga menjadi keras dan kuat, maka, orang-orang yang membawa beban-beban berat dan besi, badan mereka tidak akan menjadi kuat dengan kemampuan ototnya seperti ini melainkan setelah usaha keras selama bertahun-tahun dan bukan dengan latihan sekali atau dua kali saja, tapi pertumbuhannya melalui tahapan-tahapan.

4. Untuk menjaga perkembangan otot ini, harus ada latihan secara berkesinambungan, jika terputus otot-otot ini akan akan berubah menjadi lemak dan pemekaran pada daging, dan jasmani yang indah itu berubah menjadi buruk.

5. Demikian juga para ahli olah raga menyarankan  agar seseorang itu memulai latihan-latihan yang mudah, hingga dia menekuninya kemudian beralih ke latihan yang sulit.

Dari semua hal ini kita bisa menggambarkan rencana amal perbuatan untuk mendidik jiwa, agar kita dapat menembus relung jiwa yang paling dalam dengan rahmat dan karunia Allah, dan di dalamnya kita dapat sampai pada puncaknya dengan jalan yang paling mudah dan paling aman:

Pertama: kita harus memulai dengan ketaatan yang ringan terlebih dahulu, maka, orang yang baru mendapatkan petunjuk atau yang telah terputus beberapa waktu setelah sampai ke puncak, kemudian kembali, maka dia harus memulai dari yang mudah yang sesuai dengan tingkatannya dari segi kemampuan, sehingga tidak membuatnya lari sejak memulai perjalanan. Di antara kesalahan yang fatal adalah mengharuskannya bersemangat yang menggelora sejak awal dengan membebani amalan ketaatan yang sulit dan beribadah yang banyak, akibatnya dia akan lari menghindar secepatnya, karena dia tidak siap untuk mengemban hal itu -sebagaimana halnya otot.

Kedua: bertahap dalam melangkah, misalnya, saya memulai dengan melakukan ibadah seperti mengikuti beberapa langkah berikut ini: Dua rakaat sebelum tidur, di dalamnya membaca surat-surat pendek dalam jangka waktu tertentu, bisa tiga bulan atau lebih, hingga bila telah melihat ada kekuatan yang lebih pada dirinya, beralih ke surat-surat yang panjang.

Empat rakaat sebelum tidur, di dalamnya membaca surat-surat pendek selama kurun waktu tiga bulan atau empat bulan.

Tetap mengerjakan shalat empat rakaat ini sebelum tidur, dan berniat pada suatu malam mengerjakan shalat enam rakaat dalam sepekan. Dan terus begitu selama beberapa waktu.

Jika dia melihat ada kemampuan dan kekuatan pada dirinya, hendaknya menentukan satu malam dalam sepekan untuk mengerjakan shalat dua rakaat sepuluh menit sebelum subuh, dan terus begitu selama beberapa waktu dan bisa lebih lama lagi, hingga dia mendapatkan pada dirinya kekuatan lantas semakin bertambah.

Dan demikian juga langkah-langkah ini senantiasa dilakukan pada ibadah-ibadah lainnya, yang terpenting dalam hal itu adalah bertahap. Di dalam al-Qur'an atau Sunnah tidak ada teks-teks yang menunjukan pada jumlah tertentu pada setiap langkah, itu semata-semata tergantung pada ijtihad yang bersumber dari dasar pijakan yang ditunjukan Nabi s.a.w. kepada kita dalam sebuah pernyataan,

"Sesungguhnya agama ini keras, maka masukilah ia dengan lembut." (HR. Ahmad, hasan)

"Tak seorang pun yang mempersulit diri dalam urusan agama kecuali ia akan terbebani." (HR. Bukhari)

Ketiga: mendidik secara berkesinambungan, kaidahnya, bahwasanya membiarkan jiwa selama beberapa waktu secara terpisah-pisah dan tidak teratur tidak pula berkesinambungan akan membuatnya terjebak pada kebimbangan dan kelemahan, ini persis yang terjadi pada otot saat seorang olahragawan memperlakukannya seperti perlakuan ini.

Rasulullah s.a.w. telah memberi kita secercah cahaya kerasulan yang dapat membantu kita dalam pendidikan ini, yaitu saat beliau berkata,

"Amal perbuatan yang paling dicintai Allah itu adalah yang paling berkesinambungan walaupun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Keempat: bertanya kepada para ahli dan meyakinkan diri pada langkah-langkah yang diambil. Dan karena dalam hal ini banyak orang yang tergelincir bahkan mungkin orang bisa jauh dari keseriusan yang benar, akibatnya menempuh jalan yang tidak benar lantas dilanda kebingungan, dan setelah itu sulitlah baginya untuk kembali lagi, maka harus bertanya kepada orang-orang yang ahli dalam bidang ini, mereka yang berjalan sesuai dengan petunjuk Nabi s.a.w., jauh dari berbagai hal yang diada-adakan pada agama ini agar mereka dapat memberinya petunjuk ke jalan yang benar, dan untuk memperbaiki perjalananya jika dia telah menyimpang dari sunnah, ini persis seperti orang yang ingin membentuk serta mengembangkan ototnya, dia bertanya kepada orang-orang yang ahli olah raga tentang langkah-langkah yang benar berkait dengan hal itu, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak baik akibatnya.

Semua ini tidak ada yang dapat memahaminya dengan benar kecuali orang yang telah mengenal tabiat jiwa dan juga mengenal iklim tempat jiwa itu dapat hidup berkembang sebagaimana yang telah dipahami oleh Musthafa Shadiq ar-Rafi'i saat berkata, "Seperti pohon, ada iklim yang cocok yang dapat melindunginya...ada iklim yang dapat membuatnya layu..dan ada iklim yang membuatnya punah.. demikian juga yang dilakukan jiwa jika terkondisikan oleh suatu iklim." (Wahyu al-Qalam, 2/201)

Yang kami sebutkan ini adalah bagian kecil dari seni mendidik jiwa yang dilakukan oleh manusia sedikit demi sedikit secara konsisten, sehingga dia dapat mengentaskan jiwanya dari wilayah ajakan pada kejahatan (jiwa amarah) ke wilayah ketenangan (muthma'innah) dan penghayatan diri (lawwamah) yang dapat membuatnya terus menanjak ke derajat para salikin.[]

Abdul Hamid al-Bilaly

Baca Selengkapnya..

Coment Here . . . ! ! !

Yanto Biggoss © 2008 Template by:
SkinCorner